Dadu vs nasib?



Apakah itu nasib?
Adakah nasib yang membuat Ibu penjaja koran yang tinggal di Semarang dan mereka yang tinggal di kompleks kumuh Jakarta tetap bertahan di sana?
Bagaimana bisa kita memahami nasib?
Saya tak bisa. Tetapi keponakan saya yang berumur lima tahun punya petunjuknya.

Saat itu saya sedang bermain berdua dengannya: Ular-Tangga. Setelah beberapa lama bermain dan bosan mulai merambati benak, saya meraih surat kabar dan mulai membaca-baca.

Keponakan saya itu, kemudian berkata, “Ayo jalan! Gililan Om. Kalo nggak jalan juga, Om bakal nggak naik-naik, di situ telus, dan mainnya nggak selesai-selesai. “

Saya tersadar. Ular-Tangga, permainan semasa kita kanak-kanak, adalah contoh yang bagus tentang permainan nasib manusia. Ada petak-petak yang harus dilewati. Ada Tangga yang akan membawa kita naik ke petak yang lebih tinggi. Ada Ular yang akan membuat kita turun ke petak di bawahnya.

Kita hidup dan sedang bermain dengan banyak papan Ular-Tangga. Ada papan yang bernama sekolah, ada papan yang bernama karir. Suka atau tidak dengan permainan yang sedang dijalaninya, setiap orang harus melangkah atau ia terus saja ada di petak itu. Suka tak suka, setiap orang harus mengocok dan melempar dadunya, dan sebatas itulah ikhtiar manusia: melempar dadu (dan memprediksi hasilnya dengan teori peluang). Hasil akhirnya, berapa jumlah yang keluar, adalah mutlak kuasa Tuhan.

Apakah Ular yang akan kita temui, ataukah tangga, Allah SWT lah yang mengatur dan disitulah Nasib. Kuasa kita hanyalah sebatas melempar dadu. Malangnya, ada juga manusia yang enggan melempar dadu dan menyangka bahwa itulah nasibnya. Bahwa di situlah nasibnya, di petak itu. Mereka yang malang itu, terus saja ada di sana.

Menerima keadaan sebagai nasib, tanpa pernah melempar dadu. Mereka yang takut melempar dadu, takkan pernah beranjak ke mana-mana. Mereka yang enggan melempar dadu, takkan pernah menyelesaikan permainannya.

Setiap kali menemui Ular, lemparkan dadumu kembali.
Optimislah bahwa di antara sekian lemparan, kau akan menemukan tangga. Beda antara orang yang optimis dan pesimis bila keduanya sama-sama gagal, Si Pesimis menemukan kekecewaan dan Sang Optimis mendapatkan harapan.

Namun yang paling penting adalah berpikir positif tidak hanya optimis. Berpikir positif menyebabkan Anda legowo, rendah hati sabar dan ikhlas, tidak menjelekan orang lain, mencari 1001 alasan untuk menjustifikasi perbuatannya ketika ia gagal.
Sikap optimis yang berlebihan mampu memangkas sikap sabar bahkan berujung sombong dan tinggi hati, merasa bahwa usaha dirinya yang unggul, bukan kehendak Tuhan yang menggerakkan dirinya melakukannya.

Sob, berpikir positilah maka hidup Anda terasa lapang menikmati dan menjalani hidup.