Integritas berasal dari bahasa Latin integer; incorruptibility, firm adherence to a code of especially moral or artistic values yaitu sikap yang teguh mempertahankan prinsip, tidak mau korupsi, dan menjadi dasar yang melekat pada diri sendiri sebagai nilai – nilai moral.
Untuk memberikan gambaran tetang integritas, ada baiknya kita menyimak sebuah kisah spektakuler antara Umar bin Abdul Azis dan seorang anak pengembala. Saya ingin menuturkannya secara popular aktual, dialog antara Umar bin Abdul Azis, seorang pemimpin yang shaleh, dan anak gembala.
“Ya ghulam, wahai anaku, bagaimana kalu seekor kambing itu Saya beli?” Kata umar
“Mohon maaf tuan, saya hanya diamanahkan untuk menjaganya bukan untuk menjualnya. Job description yang saya terima dari majikan saya untuk menjaga, memelihara, dan menggiring kambing – kambing tersebut agar dapat makan rumput. Tidak ada satu pasal dalam job description saya yang membolehkan saya untuk menjualnya.” Jawab anak gembala.
“Bagaimana kalau satu ekor saya beri harga sepuluh kali lipat dari harga pasar?” Sambut Umar.
“Amanah adalah harga diri saya dan tidak bisa dibeli dengan uang, walaupun seribu kali lipat, mohon maaf!”
Umar sangat kagum dengan jawaban anak gembala tersebut, kemudian Umar mengujinya lagi sambil berkata, “Begini saja, toh kabing itu sangat banyak, Lihatlah, saking banyaknya sampai gunung itu tertutup kambing gembalaanmu. Kalu satu ekor diambil tidak akan ketahuan. Bilang saja dimakan serigala!”
Anak gembala itu berdiri, kemudian dengan mata yang jalang dan tangan mengepal kesal, dia berkata, “Kalau demikian, di manakah Allah, fa ainallah?”
Jawaban anak pengembala tersebut itulah yang kita maksudkan dengan integritas. Anak tersebut telah menunjukkan kualitas kepemimpinan spiritualnya. Ia memiliki kecerdasan rohaniah yang merasakan kehadiran Tuhan dalam hatinya (omni present). Kekuatan batin digabung dengan profesinya melahirkan satu sikap yang penuh tanggung jawab atas pekerjaanya. Seakan – akan dia membaca firman Allah,
Kami telah menciptakan manusia dan mengetahui apa yang dibisikan oleh hatinya, dan Kami lebih dekat kepadanya daripada urat lehernya (Qaaf: 16)
Integritas bukan hanya sekadar bicara, pemanis retorika, tetapi juga sebuah tindakan. Bila kita menelusuri karakter yang dibutuhkan para pemimpin saat ini dan selamanya mulai dari integritas, kredibilitas, responsibilitas, dan segudang karakter mulia lainnya – pastilah akan bermuara pada pribadi agung manusia pilihan al-Mustafa Muahmmad SAW. yang memang diutus untuk menyempurnakan karakter manusia.
keprbadian yang memiliki pesona luar biasa, yang dengan integritas, dedikasi, serta keberaniannya mampu mengangkat masyarakat yang dalam kegelapan menuju cahaya. Karena ke-Rahman-an Allah yang universal, siapa pun yang memakai jubah akhlah ini secara konsekuen, pastilah akan memperoleh kemualiaan.
Kita saksikan di atas panggung peradaban ini, ternyata hanya para pemimpin yang memiliki integritaslah yang mampu menjadi magnet dan beresoinansi dengan getaran dan gaung yang panjang, nyaris abadi menjadi inspirasi generasi selanjutnya.
Integritas adalah satu kata dengan perbuatan, dia berkata jujur dan tentu saja tidak akan berbohong. Dalam hal ini Stephen R. Covey membedakan antara kejujuran dan integritas, kejujuran berarti menyampaikan sebenenarnya, ucapannya sesuai dengan kenyataan, sedangkan integritas membuktikan tindakannya sesuai dengan ucapannya.
Orang yang memiliki integritas dan kejujuran adalah orang merdeka.
Mereka menunjukkan keautentikan dirinya dirinya sebagai seorang yang memiliki tanggung jawab dan berdedikasi. Sebagaimana anak gembala yang dengan gagah berani “Lantas di manakah Allah?” Begitu pula para pemimpin, manajer, dan karyawan yang bertugas memberikan pelayanan, mereka senantiasa merasa ada gema yang mengetuk hatinya, “Aku, Tuhanmu selalu bersamamu.”
Integritas hanya tumbuh dari pribadi – pribadi cemerlang yang memiliki harga diri.
Tanpa harga diri, manusia bukanlah seorang manusia dalam pengertian spiritual.
Dia hanyalah binatang cerdas yang pandai memainkan peran sebagai manusia.